Dari lima bauran promosi, menurut Durianto (2003) yaitu Periklanan, Promosi Penjualan, Personal Selling, Public Relations, maupun Direct Marketing; Periklanan (advertising) seringkali menjadi perhatian penting karena selain posisinya yang strategis (mampu menjangkau konsumen secara luas) juga memerlukan biaya yang cukup besar. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk periklanan (terutama iklan di media televisi) menjadikan perusahaan harus berhati-hati dan lebih bijak dalam membelanjakan dananya serta memperoleh suatu efisiensi.
Yang terjadi dalam prakteknya adalah seringkali sebuah iklan menjadi sumber pengeluaran yang besar tanpa mampu memberikan return yang memuaskan, ketika produk mereka gagal di pasaran. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa hanya sedikit pemirsa yang mampu menerima perhatian dan pemahaman pesan iklan dari ratusan iklan yang ditayangkan setiap hari. Belum lagi dengan banyaknya stasiun televisi (baik swasta atau negri) yang ada, dan fenomena berpindah-pindah saluran (zapping) yang seringkali muncul. Kecenderungan ini terjadi pada hampir seluruh golongan audience termasuk pada mahasiswa yang merupakan salah satu golongan audience tersebut.
Hambatan lain yang muncul adalah dari aspek hukum, dimana untuk iklan rokok di Indonesia dibatasi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No. 81 tahun 1999 dan diperbarui dengan PP RI No.38 tahun 2000 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. Peraturan Pemerintah (PP) tersebut membatasi perusahaan produsen rokok di Indonesia sehingga tidak dapat dengan bebas melakukan kegiatan kampanye periklanan dan komunikasi pemasaran atas produk yang dihasilkannya. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang pembatasan kegiatan periklanan dan promosi yang antara lain berisi: pelarangan pemberian produk secara gratis (sampling tester), ketentuan materi iklan untuk produk rokok, dan ketentuan penggunaan media iklan. Sedangkan media iklan yang dapat digunakan yaitu media luar ruangan (outdoor) dan media elektronik.
Iklan rokok pada media elektronik sendiri hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 s/d 05.00 waktu setempat. Tetapi jeda waktu yang ditetapkan itu semakin pendek, karena adanya himbauan pemerintah tentang penghematan energi listrik, maka efektifitas terjadi hanya pada pukul 21.30 s/d 01.00 waktu setempat. Melalui PP (Peraturan Pemerintah) tersebut, pemerintah juga melarang pengiklan untuk menampilkan rokok dalam bentuk aslinya. Karena itu jika kita mengamati ratusan iklan yang muncul, ditayangkan di televisi setiap hari, iklan rokok tampil lebih sebagai anomali. Jika iklan produk lain tampil begitu vulgar, pesan yang sampai begitu segar dan jelas, iklan rokok justru bersembunyi, pesan lebih sebagai penyiasatan. Akibatnya, pesan datang dengan cara yang melingkar, memainkan kekuatan gambar dan imajinasi. Maka tidak heran jika dalam iklan rokok, kreativitas mendapat ujian yang paling tinggi.
Mengingat besarnya biaya yang harus ditanggung produsen pada awal kemunculan suatu produk dan adanya Peraturan Pemerintah RI (Republik Indonesia) tentang pembatasan periklanan dan promosi terhadap produk rokok maka perlu dikaji efektivitas iklan televisi yang ditayangkan yang biasanya menggunakan beberapa model atau metode dengan pertimbangan konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks yang mengarah pada kompleksitas perilaku mereka. Dengan menggunakan suatu model penelitian efektifitas iklan dapat dijelaskan secara sederhana perilaku konsumen yang kompleks tersebut.
Durianto (2003), menyebutkan bahwa terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melihat efektifitas suatu iklan televisi berdasarkan dampak komunikasi yang ditimbulkan, yaitu: CRI (Customer Response Index), DRM (Direct Rating Method), EPIC Model, dan CDM (Consumer Decision Model). Dalam EPIC Model memisahkan empat dimensi kritis sebuah iklan yaitu Empathy, Persuation, Impact, dan Communication untuk kemudian dianalisa guna melihat efektifitas masing-masing dimensi tersebut secara terpisah sehingga dapat diketahui pada dimensi yang manakah sebuah iklan memiliki kelemahan dalam pencapaian tujuannya, serta selanjutnya dibuat strategi baru untuk memperbaikinya.
Kembali pada Djarum Mezzo, strategi dan efektifitas periklanan televisi Djarum Mezzo patut untuk diperhitungkan mengingat efektifitas iklan televisi Djarum Mezzo dapat menjadi salah satu faktor penentu berhasil tidaknya produk tersebut di pasar. Jika mengingat iklan televisi produk-produk PT Djarum selalu menampilkan image yang berbeda-beda, misalnya Djarum Super yang diidentikkan sebagai produk rokok para petualang lengkap dengan jeep, rakit, dan jerat tambang pada tebing; secara simultan berjalan menuju sportivitas olahraga sepakbola, dan pernah menjadi sponsor utama di Liga Indonesia. Sedangkan Djarum 76 menonjolkan pada unsur etnik dari tiap daerah, eksotisme alam (http://www.suaramerdeka.com). Adapun untuk iklan televisi Djarum Mezzo lebih kepada kesan elegan yang ingin ditampilkan, sebagaimana produk filter premium ini mengambil market di segmen menengah ke atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar